Entri Populer

Minggu, 03 Juni 2012

PENERAPAN TEKNOLOGI KULTUR KERING DENGAN BEBERAPA KOMBINASI TERHADAP TOTAL MIKROBA DALAM PEMBUATAN SOSIS FERMENTASI1


Ullyl Mi’raj Nizhar2, Ratmawati Malaka3

ABSTRAK

Menurut Hanief  (2001) sosis atau sausage berasal dari kata salsus yang berarti menggiling dengan garam. Sesuai dengan namanya, sosis merupakan produk olahan daging yang digiling. Menurut Tamime dan Robinson (1999) dalam Isnafiah, dkk. (2002) fermentasi ialah reaksi anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya dengan aktivitas mikroba terkontrol. Menurut Abustam dan Ali (2004) Sosis fermentasi adalah sosis kering termasuk salami, daging babi kering, sosis daging sapi dan sosis summer yang difermentasi menggunakan bakteri. Sosis fermentasi merupakan sosis yang dibuat dengan menggunakan mikroorganisme terutama Bakteri Asam Laktat (BAL) yang dapat membantu proses fermentasi sehingga mampu meningkatkan daya tahan dan kualitas produk. Starter kultur yang banyak digunakan untuk produk fermentasi daging antara lain Pediococcus, Lactobacillus sebagai Bakteri Asam Laktat. Pada penelitian Isnafiah dan Hermawan yang menggunakan Lactobacillus plantarum sebagai starter kultur sosis fermentasi. Tamime dan Robinson (1989) yang menyatakan bahwa penambahan sukrosa dapat menjaga viabilitas sel mikroba selama proses pembekuan berlangsung. Sukrosa merupakan senyawa kriogenik yang berfungsi sebagai pelindung sel mikroba selama proses freezer drying dan juga sebagai zat nutrisi untuk pertumbuhan mikroba.

Kata Kunci : Sosis fermentasi, Lactobacillus casei,Llactobacillus brevis, Lactobacillus varians, Lactobacillus plantarum, freezer drying.

Rabu, 11 Agustus 2010

ILmu Peternakan

GANGGUAN KESEHATAN TERNAK AKIBAT ANTINUTRISI DALAM BAHAN PAKAN

Pada dasarnya banyak bahan pakan secara potensial mengandung satu atau beberapa jenis antinutrisi. Hal ini berakibat terjadinya gangguan pertumbuhan, bahkan gangguan kesehatan, apabila kandungan antinutrisi dalam bahan pakan yang dikonsumsinya cukup tinggi.

Pengetahuan tentang kandungan antinutrisi dalam berbagai bahan pakan perlu perlu dimiliki oleh formulator pakan, termasuk para peternak yang mencampur pakan sendiri. Langkah ini sangat penting sebagai strategi untuk meminimalkan pengaruh-pengaruh yang merugikan dari antinutrisi.

Telah dikembangkan metode-metode prosesing, baik secara fisik, mekanik maupun kimiawi yang mungkin dapat diterapkan guna memerangi dan menghilangkan antinutrisi dalam bahan pakan.

Berbagai Antinutrisi dalam Bahan Pakan

Berbagai jenis tanaman pangan memiliki potensi untuk mensintesis substansi kimia tertentu sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi oleh jamur, bakteri dan insekta. Banyak di antara substansi kimia ini ternyata dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia maupun ternak yang mengkonsumsinya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, seperti : penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), oleh karena dihambatnya enzim pencernaan tertentu. Gangguan yang lain berupa gangguan kesehatan, seperti gangguan pernapasan bahkan kematian. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut dikenal dengan istilah antinutrisi.

Macam antinutrisi pada berbagai bahan pakan berlainan. Senyawa antinutrisi yang sering ditemukan, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease), goitrogen, nekaloid, oksalat, fitat, tannin, HCN dan gossipol. Antinutrisi tersebut seringkali mengikat protein, zat-zat mineral, sehingga pemanfaatan gizi dalam bahan pakan oleh ternak menjadi berkurang. Sebagai akibatnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ternak atau gangguan kesehatan yang lain.

Antinutrisi dalam bahan pakan kadang-kadang dihasilkan oleh metabolisme jamur atau mikroba dalam bahan pakan, atau oleh tumbuhan itu sendiri sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi atau kelukaan. Hasil samping atau sisa pengolahan bahan pakan seringkali menimbulkan efek toksik pada ternak, hal ini diduga adanya kandungan nutrisi dalam bahan limbah atau sisa pengolahan tersebut. Berikut ini disajikan beberapa bahan pakan dengan kemungkinan zat-zat antinutrisi yang terkandung di dalamnya.

Leguminosa

Leguminosa, seperti : kedelai dan kacang tanah merupakan sumber gizi penting bagi ternak. Namun penggunaannya harus dibatasi, karena leguminosa mengandung zat-zat antinutrisi, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease), phytphaemagluttin (Lectin), urease, hypoxygenase, glukoside-sianogenik dan faktor-faktor antivitamin. Hampir semua leguminosa mengandung unsur penghambat tripsin, dan akan mengikat tripsin sehingga terbentuk suatu kompleks yang inaktif. Sebagai akibatnya tripsin tidak dapat berfungsi. Keadaan ini menyerupai dengan kejadian gangguan sintesis tripsin oleh pankreas. Sebagai konsekuensinya, pankreas akan mengalami hipertrofi untuk mensintesis tripsin secara berlebih. Hipertrofi pankreas akan diikuti hambatan pertumbuhan dan menurunnya efisiensi pakan. Protein inhibitor ternyata mudah diinaktifkan oelh panas.

Antinutrisi lain yang hampir selalu ditemukan dalam leguminosa adalah phytohaemagluttin atau lectin, yang memegang peran penting dalam simbiosis antara legum dengan bakteri pengikat nitrogen. Lectin terikat secara reversibel dengan gula-gula yang berkombinasi dengan protein (glikoprotein) pada permukaan mikrovilli usus halus, dan menimbulkan lesi-lesi serta perkmbangan mikrovilli yang tidak no9rmal serta gangguan absorbsi nutrisi lewat dinding intestinum. Gangguan absorbsi (malabsorbsi) dapat terjadi terhadap vitamin B12, glukosa dan asam-asam amino. Gangguan transport ion lewat intestinum, tidak tercernanya karbohidrat dan protein bisa terjadi. Adanya lectin pada epithelium intestinum yang reseptornya terdapat di glikoprotein antara intestinum dengan permukaan bakteri enterik, merupakan perekat antara intestinum dengan bakteri. Pertumbuhan berlebih bakteri coliform telah dilaporkan terjadi pada ayam yang ransumnya mengandung kedelai tanpa perlakuan (prosesing) sebelum penggunaannya sebagai bahan pakan. Lectin menimbulkan lesi-lesi pada ephitelium intestinum yang diikuti dengan dikeluarkannya endotoksin bakteri yang masuk ke peredaran darah dan menggangu kesehatan ternak. Ayam muda sangat sensitif terhadap lectin.

Kedelai juga mengandung urease, yaitu suatu enzim yang berperan untuk menghidrolisis urea menjadi ammoniak dan CO2.

Goitrogen juga dihasilkan oleh kedelai dan kacang tanah. Goitrogen merupakan senyawa yang berhubungan dengan aktivitas fungsi kelenjar thyroid.

Cyanogenic-glukoides merupakan senyawa yang membebaskan HCN pada proses hidrolisis, terdapat pada semua leguminosa.

Faktor antivitamin mungkin ditemukan pada leguminosa, yaitu antivitamin E, sehingga berakibat terjadinya penurunan tocoferol yang menimbulkan dystrophia otot pada ayam.

Alipoxidase ditemukan pada kulit kedelai yang akan menurunkan vitamin A dengan cara merusak karoten.

Protease inhibitor, lectin, urease dan faktor-faktor antivitamin serta lipoxygenase dapat dirusak oleh panas. Besarnya tingkat kerusakan tergantung kepada tinggi rendahnya temperatur pemanasan, lama pemanasan, ukuran partikel dan kondisi-kondisi penguapan. Fermentasi merupakan suatu metode untuk menurunkan level tripsin inhibitor. Germinasi juga merupakan cara untuk memperbaiki nilai gizi pada kedelai.

Karbohidrat yang sulit dicerna juga merupakan antinutrisi. Kira-kira 40% dari tepung kedelai disusun oleh serat kasar, polisakarida serta oligosakarida yang bervariasi. Diketahui sekitar 15 -22% polisakarida dibentuk oleh acidic polisakarida sebesar 8 – 10%, arabinogalaktan sebesar 5%, selulosa 1,2% dan starch 0,5%. Senyawa terakhir tidak dapat dicerna oleh ayam. Starch dan mannan tidak sensitif terhadap pemanasan dan merupakan antinutrisi bagi ayam. Oligosakarida dalam kedelai merupakan karbohidrat yang mudah dicerna, akan tetapi menghasilkan TMEn(Energi termetabolisme sesungguhnya) yang rendah. Sebagai bahan makanan unggas, biji kedelai memang tidak digunakan dalam bentuk mentah, akan tetapi dalam bentuk bungkil kacang kedelai yang merupakan limbah dari proses pembuatan minyak kedelai, dan digunakan sebagi pendamping tepung ikan, sehingga penggunaan tepung ikan tidak berlebihan.

Penggunaan bungkil kacang tanah untuk unggas kira-kira 0% – 25%. Penggunaannya untuk membantu menggantikan jagung kuning dan minyak nabati guna memenuhi kebutuhan energi. Kelemahan penggunaan bungkil kacang tanah adalah ketersediaannya yang terbatas, hanya ada di daerah-daerah yang memiliki pabrik pengolah kacang tanah serta penyimpanan bungkilnya yang sulit, karena mudah tercemar oleh Aspergillus flavus, yaitu jamur yang menghasilkan racun berbahaya bagi ayam.

Singkong (ubi kayu)

Singkong (ubi kayu) sebagai bahan makanan memang tidak pernah dimakan dalam bentuk mentah sebagaimana ubi manis. Secara fisik, apabila ubi kayu dibuka kulitnya dan dibiarkan, tidak segera digoreng atau direbus, maka akan berubah warna menjadi kebiru-biruan. Hal ini menunjukkan adanya sesuatu zat yang perlu diperhatikan secara serius. Namun apabila ubi kayu t digoreng, dibakar atau direbus, maka zat yang kebiru-biruan tersebut akan punah. Oleh karena itu diperlukan proses tertentu sebelum ubi kayu digunakan.

Kandungan energi ubi kayu ± 2970 Kkal/kg, mengalahkan energi dalam dedak, kacang kedelai dan bungkil kelapa. Oleh karena itu ubi kayu banyak diberikan kepada unggas pedaging yang memang memerlukan energi tinggi, seperti : ayam broiler, bebek, angsa dan sejenisnya, tetapi tidak diperlukan untuk anggas petelur.

Cyanogenic-glucosides merupakan senyawa toksik yang terkandung dalam ubi kayu dan merupakan mekanisme pertahanan tubuh bagi tumbuhan ubi kayu untuk melindungi dirinya dari serangan insekta. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ubi kayu mentah tidak dapat digunakan untuk ternak.

Linamarin termasuk dalam Cyanogenic-glucoside. Adanya enzim hidrolitik berupa ß-glycosidase, linamarin akan terurai dan menghasilkan aseton, glukosa dan HCN. Terbebasnya HCN inilah yang menyebabkan keracunan pada ternak. Enzim ß-glycosidase merupakan protein yang mudah rusak selama pemanasan. Jika enzim tersebut rusak, maka tidak mampu mengkatalisis pembebasan HCN yang toksik tadi. Pemanasan di bawah matahari terbuka, direbus atau dipanaskan dalam oven dalam temperatur 700C hingga 800C dapat mengurangi pengaruh racun HCN dalam ubi kayu.

Ubi kayu juga mengandung tripsin inhibitor dan khemotripsin inhibitor, meskipun dalam kadar rendah. Antinutrisi ini bisa dirusak dengan cara pemanasan.

Biji Kapas

Biji kapas sebagai bahan pakan ternak dibatasi penggunaannya, karena mengandung zat antinutrisi yang dikenal dengan sebutan ”gossipol”. Gossipol merupakan senyawa polifenol dan menyebabkan pucatnya kuning telur pada ayam atau unggas petelur. Bagi tumbuhan kapas, gossipol merupakan senyawa yang berperan penting dalam mekanisme pertahanan diri terhadap serangan insekta.

Gossipol bersifat sangat toksik bagi ruminansia maupun monogastrik muda. Lesi-lesi pada jantung, saluran reproduksi, paru-paru dan hati terjadi pada ayam dan ruminansia. Oleh adanya gossipol, jika biji kapas digunakan pada ayam petelur, maka akan terjadi kepucatan pada warna kuning telur.

Senin, 12 April 2010

KOSENTRASI SAPI PADA TERNAK RUMINANSIA

KONSENTRAT SAPI


Konsentrat Sapi Ternak ruminansia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengkonversikan bahan pakan yang berkualitas rendah menjadi produk hasil ternak yang berkualitas tinggi. Kemampuan ini karena adanya mikroorganisme yang mampu memanfaatkan bahan pakan yang berserat kasar tinggi menjadi sumber energi, perombakan serat ini dilakukan oleh bakteri sellulolitik dengan bantuan enzym sellulase yang dihasilkannya. Mampu memanfaatkan protein berkualitas rendah menjadi sumber protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak.

Berbeda dengan unggas, ternak ruminansia mampu memanfaatkan sumber Nitrogen dari bahan baku yang mengandung nitrogen seperti halnya urea, ammonia, biuret diubah menjadi protein mikrobial yang memiliki kualitas yang lebih tinggi untuk diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Dalam pembuatan konsentrat sapi kualitas protein bahan tidak mutlak, mengingat adanya kemampuan bakteri rumen yang mampu menyediakan sumber protein yang dapat mencukupi kebutuhan ternak.


Hal ini dapat maksimal bila sapi mengkonsumsi ransum yang betul betul diperhitungkan zat-zat makanan yang dapat menstimulir pertumbuhan dan perkembangan populasi mikroba dalam rumen, sehingga mampu mencerna secara maksimal semua pakan yang dikonsumsi. Bahan yang umum digunakan dalam pembuatan konsentrat sapi pada umumnya relatip lebih rendah harganya dibandingkan harga bahan untuk unggas. Ketersediannya didalam negeri cukup terjamin, dari berbagai percobaan dilapangan telah banyak limbah pertanian dan hasil ikutan pabrik yang dapat digunakan sebagai pakan sapi. Agar konsentrat dapat memberikan hasil yang maksimal, harus mengetahui riwayat perlakuan pada bahan sebelumnya, berapa besar batasan penggunaan bahan. Hal ini disebabkan adanya faktor pembatas yang akan mengakibatkan tidak disukainya oleh ternak (palatabilitas rendah), kecernaan jadi menurun dan pada gilirannya akan menurunkan konversi pakan. Ukuran partikel konsentrat sapi ini berbeda-beda berdasarkan kebiasaan dalam pemberian pakannya.

Para peternak sapi perah menghendaki ada tekstur konsentrat lembut dengan ukuran saringan (srceen) 4mm. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan pemberian pakan yang dicampur air (dikombor). Bila tekturnya kasar makan sebagian bahan bahan akan mengambang, keadaan ini tidak disukai.

Pemberian pakan dalam keadaan basah ini sebetulnya kurang baik,mengingat konsentrat yang tersisa dalam bak pakan akan menjadi asam dan menjadi sumber penyakit (tumbuhnya bakteri pathogen) yang dapat menyebabkan ternak sakit . Kebiasaan pemberian pakan di Feedlot (tempat penggemukan sapi) dimana pemberian konsentrat diberikan dalam jumlah yang banyak 70 sampai 80% dari total konsumsi, pemberian dalam bentuk kering lebih praktis dan menghemat tenaga kerja . Tektur yang dikehendaki oleh ternak sapi penggemukan biasanya kasar. Dalam pembuatannya bahan-bahan yang masih berbentuk bongkahan terlebih dahulu dihancurkan satu kali tanpa menggunakan saringan, produk yang dihasilkan diameternya kurang lebih 1 cm.